FSC ( FESCOM COMMUNITY )INTELIGENT DESIGNT

Jumat, 04 Oktober 2013

TUJUAN PENYELENGGARAAN JAMKESMAS 2008



Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi banyak perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan baik dalam hal pemberdayaan masyarakat, desentralisasi, upaya kesehatan, maupun lingkungan strategis kesehatan, termasuk pengaruh globalisasi. Berbagai kebijakan penting yang perlu menjadi acuan antara lain Pengembangan Desa Siaga, Obat Murah, Apotek Rakyat, Jamkesmas, Poskestren, Mushalla Sehat, dan P4K. Perubahan iklim dan upaya percepatan pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) sangat berpengaruh pada bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang diselenggarakan secara nasional, agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Upaya pelaksanaan Jamkesmas merupakan perwujudan pemenuhan hak rakyat atas kesehatan dan amanat Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Namun karena hingga saat ini peraturan pelaksana dan lembaga yang harus dibentuk berdasarkan Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) belum terbentuk, Departemen Kesehatan mengeluarkan kebijakan program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin sebagai wujud pemenuhan hak rakyat atas kesehatan tersebut. Pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.
Program Jamkesmas, sebagai salah satu program unggulan Departemen Kesehatan, telah dilaksanakan sejak tahun 2005 dengan jumlah peserta 36,1 juta penduduk miskin. Untuk tahun 2007 dan 2008, jumlah penduduk miskin dan hampir miskin yang dijamin pemerintah terus meningkat hingga menjadi 76,4 juta jiwa. Peningkatan pemanfaatan program Jamkesmas menunjukkan bahwa tujuan program tersebut telah tercapai.
Sejarah Program Jamkesmas
Penamaan program Jamkesmas mengalami berbagai bentuk perubahan. Awalnya, sebelum program ini menjadi regulasi yang diamanatkan dalam Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, berbagai upaya memobilisasi dana masyarakat dengan menggunakan prinsip asuransi telah dilakukan antara lain dengan program Dana Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM). Dengan memobilisasi masyarakat diharapkan mutu pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan tanpa harus meningkatkan anggaran pemerintah. Konsep yang ditawarkan adalah secara perlahan pembiayaan kesehatan harus ditanggung masyarakat sementara pemerintah akan lebih berfungsi sebagai regulator. Program DUKM secara operasional dijabarkan dalam bentuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, sejak tahun 1998 pemerintah melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Bermula dengan pengembangan Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) Tahun 1998–2001, Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) tahun 2001 dan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS–BBM) Tahun 2002–2004.
Dalam Amandemen Keempat UUD 1945 yang disetujui dalam Sidang Umum MPR Tanggal 11 Agustus 2002, telah berhasil meletakkan pondasi pembiayaan dengan sistem jaminan, yang tertera dalam Pasal 34 (2) yaitu negara diberi tugas untuk mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Dua tahun kemudian, tepatnya Tanggal 19 Oktober 2004 disahkan Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang memberi landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jaminan sosial yang dimaksud di dalam Undang–Undang SJSN adalah perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak, termasuk diantaranya adalah kesehatan. Namun sampai saat ini sistem jaminan sosial yang diamanatkan dalam undang–undang tersebut masih belum berjalan karena aturan pelaksanaannya belum ada.
Pada Tahun 2005, pemerintah meluncurkan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang dikenal dengan nama program Asuransi Kesehatan Masyakat Miskin (Askeskin). Penyelenggara program adalah PT Askes (Persero), yang ditugaskan Menteri Kesehatan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241/Menkes/SK/XI/2004 tentang Penugasan PT Askes (Persero) dalam Pengelolaan Program Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin. Program ini merupakan bantuan sosial yang diselenggarakan dalam skema asuransi kesehatan sosial.
Setelah dilakukan evaluasi dan dalam rangka efisiensi dan efektivitas, maka pada tahun 2008 dilakukan perubahan dalam sistem penyelenggaraannya. Perubahan pengelolaan program tersebut adalah dengan pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi pembayaran, yang didukung dengan penempatan tenaga verifikator di setiap rumah sakit. Nama program tersebut juga berubah menjadi Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat miskin dilakukan dengan mengacu pada prinsip–prinsip asuransi :
1. Pengelolaan dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan hanya untuk peningkatan kesehatan masyarakat miskin.
2. Pelayanan kesehatan bersifat menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional.
3. Pelayanan kesehatan dilakukan dengan prinsip terstruktur dan berjenjang.
4. Pelayanan kesehatan diberikan dengan prinsip portabilitas dan ekuitas.
5. Pengelolaan program dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.
Program Jamkesmas Tahun 2008
Dengan pertimbangan untuk mengendalikan pelayanan kesehatan, peningkatan mutu, transparansi dan akuntabiltas, serta mengingat keterbatasan pendanaan, pengelolaan program Jamkesmas tahun 2008 dilakukan langsung oleh Departemen Kesehatan. Pergantian pihak pengelola dengan tahun–tahun sebelumnya menyebabkan terjadinya perubahan–perubahan dalam pelaksanaannya, sehingga mekanisme pelaksanaan Program Jamkesmas tahun 2008 sebagai berikut:
1. Kepesertaan Jamkesmas
Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Jumlah sasaran peserta sebesar 19,1 juta Rumah Tangga Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa.
Jumlah tersebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara nasional oleh Menkes. Berdasarkan Jumlah Sasaran Nasional tersebut Menkes membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota. Bupati/Walikota wajib menetapkan peserta Jamkesmas Kabupaten/Kota dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk Keputusan Bupati/Walikota.
Administrasi kepesertaan Jamkesmas meliputi: registrasi, penerbitan dan pendistribusian kartu kepada peserta. Untuk administrasi kepesertaan Departemen Kesehatan menunjuk PT Askes (Persero), dengan kewajiban melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Data peserta yang telah ditetapkan Pemda, kemudian dilakukan entry oleh PT Askes (Persero) untuk menjadi database kepesertaan di Kabupaten/Kota.
b. Entry data setiap peserta.
c. Berdasarkan database tersebut kemudian kartu diterbitkan dan didistribusikan kepada peserta.
d. PT Askes (Persero) menyerahkan kartu peserta kepada yang berhak, mengacu kepada penetapan Bupati/Walikota dengan tanda terima yang ditanda tangani/cap jempol peserta atau anggota keluarga peserta.
e. PT Askes (Persero) melaporkan hasil pendistribusian kartu peserta kepada Bupati/Walikota, Gubernur, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/ Kota serta rumah sakit setempat.
2. Tatalaksana Pelayanan Kesehatan
Setiap peserta Jamkesmas berhak mendapat pelayanan kesehatan dasar meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan (RJ) dan rawat inap (RI), serta pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat inap tingkat lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat.
Pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas menerapkan pelayanan berjenjang berdasarkan rujukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pelayanan rawat jalan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan jaringannya. Pelayanan rawat jalan lanjutan diberikan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM), Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM), BKPM/BP4/BKIM dan rumah sakit (RS).
b. Pelayanan rawat inap diberikan di Puskesmas Perawatan dan ruang rawat inap kelas III (tiga) di RS Pemerintah termasuk RS Khusus, RS TNI/POLRI dan RS Swasta yang bekerjasama dengan Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atas nama Menkes membuat perjanjian kerjasama (PKS) dengan RS setempat, yang diketahui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi meliputi berbagai aspek pengaturan.
c. Pada keadaan gawat darurat (emergency) seluruh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) wajib memberikan pelayanan kepada peserta walaupun tidak memiliki perjanjian kerjasama. Penggantian biaya pelayanan kesehatan diklaimkan ke Departemen Kesehatan melalui Tim Pengelola Kabupaten/Kota setempat setelah diverifikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada program ini.
d. RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM melaksanakan pelayanan rujukan lintas wilayah dan biayanya dapat diklaimkan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang bersangkutan ke Departemen Kesehatan.
Pelayanan kesehatan RJTL di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan di Rumah Sakit, serta pelayanan RI di Rumah Sakit yang mencakup tindakan, pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya (kecuali pelayanan haemodialisa) dilakukan secara terpadu sehingga biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas Tahun 2008, atau penggunaan sistem INA-DRG (apabila sudah diberlakukan), sehingga dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosa sebagai dasar pengajuan klaim.
Dalam pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesmas yang dilakukan oleh PPK dilakukan verifikasi, verifikasi terhadap pelayanan di Puskesmas (RJTP, RITP, Persalinan, dan pengiriman spesimen, transportasi dan lainnya) di laksanakan oleh Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota, sementara pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Rumah Sakit, BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dilaksanakan oleh Pelaksana Verifikasi.
Verifikasi adalah kegiatan penilaian administrasi klaim yang diajukan PPK yang dilakukan oleh Pelaksana Verifikasi dengan mengacu kepada standar penilaian klaim. Tujuan dilaksanakannya verifikasi adalah diperolehnya hasil pelaksanaan program Jamkesmas yang menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu. Tiap-tiap RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM akan ditempatkan pelaksana verifikasi yang jumlahnya diperhitungkan dari jumlah TT yang tersedia di RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan beban kerja.
Verifikasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat meliputi: verifikasi administrasi kepesertaan, administrasi pelayanan dan administrasi keuangan.
Pelaksana Verifikasi dalam melaksanakan tugas sehari-hari di RS/BKMM/ BBKPM/BKPM/BP4/BKIM berdasarkan beban kerja di bawah koordinasi Tim Pengelola JAMKESMAS Kabupaten/ Kota.
Pelaksana verifikasi ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan yang ditugaskan untuk melaksanakan penilaian administrasi klaim yang diajukan PPK, dengan mengacu kepada standar penilaian klaim, dan memproses klaim sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya.
Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut:
a. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke Puskesmas dan jaringannya.
b. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu yang keabsahan kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat miskin yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. Penggunaan SKTM hanya berlaku untuk setiap kali pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan lanjutan terkait dengan penyakitnya.
c. Apabila peserta Jamkesmas memerlukan pelayanan kesehatan rujukan, maka yang bersangkutan dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan disertai surat rujukan dan kartu peserta yang ditunjukkan sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus emergency. Pelayanan tersebut meliputi
a. Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit, BKMM/ BBKPM /BKPM/BP4/BKIM.
b. Pelayanan Rawat Inap kelas III di Rumah Sakit
c. Pelayanan obat-obatan
d. Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik
d. Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan RS peserta harus menunjukkan kartu peserta. Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan Surat Keabsahan Peserta (SKP), dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan.
Pada dasarnya manfaat yang disediakan untuk masyarakat miskin bersifat komprehensif sesuai indikasi medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan kesehatan komprehensif tersebut meliputi antara lain:
1) Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan Jaringannya
a) Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada Puskesmas dan jaringannya baik dalam maupun luar gedung meliputi pelayanan :
 Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
 Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)
 Tindakan medis kecil
 Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/ tambal
 Pemeriksaan ibu hamil/nifas/menyusui, bayi dan balita
 Pelayanan KB dan penanganan efek samping (alat kontrasepsi disediakan BKKBN)
 Pemberian obat.
b) Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada Puskesmas Perawatan, meliputi pelayanan :
 Akomodasi rawat inap
 Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
 Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)
 Tindakan medis kecil
 Pemberian obat
 Persalinan normal dan dengan penyulit (PONED)
c) Persalinan normal yang dilakukan di Puskesmas non-perawatan/bidan di desa/Polindes/dirumah pasien/praktek bidan swasta.
d) Pelayanan gawat darurat (emergency). Kriteria/diagnosa gawat darurat, sebagaimana terlampir.
2) Pelayanan kesehatan di RS dan di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM:
a) Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada Puskesmas yang menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialis RS Pemerintah, BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM meliputi:
 Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum
 Rehabilitasi medik
 Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik
 Tindakan medis kecil dan sedang
 Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan
 Pelayanan KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca persalinan/ keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya (alat kontrasepsi disediakan oleh BKKBN)
 Pemberian obat yang mengacu pada Formularium Rumah Sakit
 Pelayanan darah
 Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit
b) Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III RS Pemerintah, meliputi :
 Akomodasi rawat inap pada kelas III
 Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
 Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.
 Tindakan medis
 Operasi sedang dan besar
 Pelayanan rehabilitasi medis
 Perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU)
 Pemberian obat mengacu Formularium RS program ini
 Pelayanan darah
 Bahan dan alat kesehatan habis pakai
 Persalinan dengan risiko tinggi dan penyulit (PONEK)
c) Pelayanan gawat darurat (emergency) kriteria gawat darurat, sebagaimana terlampir
3) Pelayanan Yang Dibatasi (Limitation)
a) Kacamata diberikan dengan lensa koreksi minimal +1/-1 dengan nilai maksimal Rp 150.000,- berdasarkan resep dokter.
b) Intra Ocular Lens (IOL) diberi penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata, berdasarkan harga yang paling murah dan ketersediaan alat tersebut di daerah.
c) Alat bantu dengar diberi penggantian sesuai resep dari dokter THT, pemilihan alat bantu dengar berdasarkan harga yang paling murah dan ketersediaan alat tersebut di daerah.
d) Alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda, dan korset) diberikan berdasarkan resep dokter dan disetujui Direktur Rumah Sakit atau pejabat yang ditunjuk dengan mempertimbangkan alat tersebut memang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi dalam aktivitas sosial peserta tersebut. Pemilihan alat bantu gerak berdasarkan harga yang paling efisien dan ketersediaan alat tersebut di daerah.
e) Pelayanan penunjang diagnostik canggih. Pelayanan ini diberikan hanya pada kasus-kasus ‘life-saving’ dan kebutuhan penegakkan diagnosa yang sangat diperlukan melalui pengkajian dan pengendalian oleh Komite Medik.
4) Pelayanan Yang Tidak Dijamin (Exclusion)
a) Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan
b) Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika
c) General check up
d) Prothesis gigi tiruan.
e) Pengobatan alternatif (antara lain akupunktur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah
f) Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi.
g) Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam
h) Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial
3. Tata Laksana Pendanaan
Sumber Dana berasal dari APBN sektor Kesehatan Tahun Anggaran 2008 dan kontribusi APBD. Pemerintah daerah berkontribusi dalam menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di daerah masing¬-masing
Dana yang digunakan untuk penyelenggaraan Program Jamkesmas merupakan dana bantuan sosial dimana dalam pembayaran kepada rumah sakit dalam bentuk paket, dengan berdasarkan klaim yang diajukan. Khusus untuk BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM pembayaran paket disetarakan dengan tarif paket pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap rumah sakit dan peserta tidak boleh dikenakan iur biaya dengan alasan apapun.
4. Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam penyelenggaraan Jamkesmas terdiri dari Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, pelaksana verifikasi di PPK dan PT Askes (Persero). Tim Pengelola Jamkesmas bersifat Internal lintas program Departemen Kesehatan sedangkan Tim koordinasi bersifat lintas Departemen.
Tim Pengelola Jamkesmas melaksanakan pengelolaan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin meliputi kegiatan–kegiatan manajemen kepesertaan, pelayanan, keuangan, perencanaan dan sumber daya manusia, informasi, hukum dan organisasi serta telaah hasil verifikasi. Tim Pengelola Jamkesmas bersifat internal lintas program di Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota. Selain Tim Pengelola juga dibentuk Tim Koordinasi program Jamkesmas, yang bertugas melaksanakan koordinasi penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat miskin yang melibatkan lintas sektor dan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait dalam berbagai kegiatan antara lain koordinasi, sinkronisasi, pembinaan, dan pengendalian.
Dasar Hukum
Pelaksanaan program Jamkesmas dilaksanakan sebagai amanah Pasal 28 H ayat (1) Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidupyang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Selain itu berdasarkan Pasal 34 ayat (3) Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa ’Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.”
Pemerintah menyadari bahwa masyarakat, terutama masyarakat miskin, sulit untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Kondisi tersebut semakin memburuk karena mahalnya biaya kesehatan, akibatnya pada kelompok masyarakat tertentu sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Untuk memenuhi hak rakyat atas kesehatan, pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan telah mengalokasikan dana bantuan sosial sektor kesehatan yang digunakan sebagai pembiayaan bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin.
Dasar hukum penyelenggaraan program Jamkesmas adalah:
1. Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
2. Undang–Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang APBN Tahun 2008
3. Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
4. Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Jika mencermati peraturan–peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan program Jamkesmas telah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Menkes memiliki kekuasaan pengelolaan keuangan negara di bidang kesehatan, dan pengelolaan keuangan tersebut diwujudkan dalam bentuk bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat untuk melindungi resiko sosial.
Bantuan sosial tersebut direalisasikan dalam bentuk Jaminan Kesehatan yang penyelengaraannya dalam skema asuransi sosial. Secara umum asuransi kesehatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu asuransi komersial (sukarela) dan asuransi sosial (wajib). Penyelenggara asuransi komersial biasanya adalah swasta murni, dan dalam menentukan premi dilakukan oleh badan penyelenggara atau pihak asuradur itu sendiri dan berbasis pada kepesertaan sukarela yang tujuannya adalah mencari laba (for profit). Sedangkan asuransi sosial penyelenggaranya adalah BUMN atau suatu badan yang ditunjuk oleh pemerintah, dan dalam penyelenggaraannya ada intervensi pemerintah baik dalam menetapkan tarif maupun menentukan jenis layanan termasuk kepesertaannya, dimana basis utamanya adalah regulasi bukan respon pasar sehingga tidak mencari laba (not for profit).
Negara menggunakan dana yang berasal dari APBN untuk membayar premi peserta. Jika melihat sejarahnya asuransi dapat dipakai pemerintah suatu negara untuk memberikan jaminan sosial (social security) bagi rakyatnya. Pemerintah berperan sebagai penanggung anggota masyarakat, dan anggota masyarakat berkedudukan sebagai tertanggung. Anggota masyarakat diwajibkan membayar iuran yang berfungsi sebagai premi. Dalam program Jamkesmas tersebut, peserta yang merupakan penduduk miskin dan hampir miskin dibayarkan preminya oleh negara.
Untuk penyelenggaraan di masa yang akan datang, perlu dilakukan kajian apakah program ini dapat dikelola dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU). Dengan menggunakan sistem pengelolaan keuangan BLU, tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat dapat tercapai.
Daftar Pustaka
Prakoso Djoko, Murtika I Ketut, Hukum Asuransi Indonesia, 2004, PT Rineka Cipta, Jakarta,
Republik Indonesia, (2005), Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Jakarta.
Republik Indonesia, (2008), Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008, tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Saefuddin Fedyani, Ilyas Yaslis, Managed Care: Mengintegrasikan Penyelenggaraan dan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI dan PT (Persero) Askes, Jakarta.
Thabrany Hasbullah, Asuransi Kesehatan Nasional, Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia, Jakarta.


SEJARAH PERKEMBANGAN KB

Latar Belakang

Latar belakang atau dasar pemikiran lahirnya KB di Indonesia adalah adanya permasalahan kependudukan. Aspek-aspek yang penting dalam kependudukan adalah:
  1. Jumlah besarnya penduduk
  2. Jumlah pertumbuhan penduduk
  3. Jumlah kematian penduduk
  4. Jumlah kelahiran penduduk
  5. Jumlah perpindahan penduduk

Teori Malthus

Malthus adalah orang pertama yang mengemukakan tentang penduduk. Dalam “Essay on Population”, Malthus beranggapan bahwa bahan makanan penting untuk kelangsungan hidup, nafsu manusia tak dapat ditahan dan pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan.
Menurut pendapatnya, faktor pencegah dari ketidakseimbangan penduduk dan manusia antara lain Preventive checks (penundaan perkawinan, mengendalikan hawa nafsu dan pantangan kawin); Possitive checks (bencana alam, wabah penyakit, kejahatan dan peperangan).

Kontroversi Teori Malthus

Salah sama sekali, karena mengabaikan peningkatan teknologi, penanaman modal dan perencanaan produksi. Pengikut Malthus (Neo Malthusionism), berpendapat: untuk mencegah laju cepatnya peningkatan penduduk dilakukan Methode Birth Control dengan menggunakan alat kontrasepsi.

Pengikut Malthus

Pengikut teori Malthus antara lain:
  • Francis Flace (1771 – 1854) : menulis buku yang berjudul “Illustration And Proofs of The Population” atau penjelasan dari bukti mengenai asas penduduk.
  • Richard Callihie (1790 – 1843) : menulis buku “What’s love ?” (Apakah Cinta Itu?).
  • Any C. Besant (1847-1933) : menulis buku berjudul “Hukum Penduduk, Akibatnya dan Artinya Terhadap Tingkah Laku dan Moral Manusia”.
  • dr. George Drysdale : keluarga berencana dapat dilakukan tanpa merugikan kesehatan dan moral.

Sejarah Lahirnya Keluarga Berencana

Sebelum abad XX, di negara barat sudah ada usaha pencegahan kelangsungan hidup anak karena berbagai alasan. Caranya adalah dengan membunuh bayi yang sudah lahir, melakukan abortus dan mencegah / mengatur kehamilan. KB di Indonesia dimulai pada awal abad XX.
Di Inggris, Maria Stopes. Upaya yg ditempuh u/ perbaikan ekonomi keluarga buruh dg mengatur kelahiran. Menggunakan cara-cara sederhana (kondom, pantang berkala).
Amerika Serikat, Margareth Sanger. Memperoleh pengalaman dari Saddie Sachs, yang berusaha menggugurkan kandungan yang tidak diinginkan. Ia menulis buku “Family Limitation” (Pembatasan Keluarga). Hal tersebut merupakan tonggak permulaan sejarah berdirinya KB.

Perkembangan KB di Indonesia

  1. Periode Perintisan dan Peloporan
  2. Periode Persiapan dan Pelaksanaan

Periode Perintisan dan Pelaporan

  1. Sebelum 1957 – Pembatasan kelahiran secara tradisional (penggunaan ramuan, pijet, absistensi/ wisuh/ bilas liang senggama setelah coitus).
  2. Perkembangan birth control di daerah – Berdiri klinik YKK (Yayasan Kesejahteraan Keluarga) di Yogyakarta. Di Semarang : berdiri klinik BKIA dan terbentuk PKBI tahun 1963. Jakarta : Prof. Sarwono P, memulai di poliklinik bagian kebidanan RSUP. Jawa dan luar pulau Jawa (Bali, Palembang, Medan).

Periode Persiapan dan Pelaksanaan

Terbentuk LKBN (Lembaga Keluarga Berencanan Nasional) yang mempunyai tugas pokok mewujudkan kesejahteraan sosial, keluarga dan rakyat. Bermunculan proyek KB sehingga mulai diselenggarakan latihan untuk PLKB (Petugas Lapangan keluarga Berencana).

Organisasi KB

  1. PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)
  2. BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional)

PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)

Terbentuk tanggal 23 Desember 1957, di jalan Sam Ratulangi No. 29 Jakarta. Atas prakarsa dari dr. Soeharto yang didukung oleh Prof. Sarwono Prawirohardjo, dr. H.M. Judono, dr. Hanifa Wiknjosastro serta Dr. Hurustiati Subandrio.
Pelayanan yang diberikan berupa nasehat perkawinan termasuk pemeriksaan kesehatan calon suami isteri, pemeriksaan dan pengobatan kemandulan dalam perkawinan dan pengaturan kehamilan.

Visi PKBI

Mewujudkan masyarakat yang sejahtera melalui keluarga.

Misi PKBI

Memperjuangkan penerimaan dan praktek keluarga bertanggungjawab dalam keluarga Indonesia melalui pengembangan program, pengembangan jaringan dan kemitraan dengan semua pihak pemberdayaan masyarakat di bidang kependudukan secara umum, dan secara khusus di bidang kesehatan reproduksi yang berkesetaraan dan berkeadilan gender.

BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional)

Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1970 tentang pembentukan badan untuk mengelola program KB yang telah dicanangkan sebagai program nasional.
Penanggung jawab umum penyelenggaraan program ada pada presiden dan dilakukan sehari-hari oleh Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat yang dibantu Dewan Pembimbing Keluarga Berencana.

Dasar pertimbangan pembentukan BBKBN

  1. Program keluarga berencana nasional perlu ditingkatkan dengan jalan lebih memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan sumber yang tersedia.
  2. Program perlu digiatkan pula dengan pengikut sertaan baik masyarakat maupun pemerintah secara maksimal.
  3. Program keluarga berencana ini perlu diselenggarakan secara teratur dan terencana kearah terwujudnya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Tugas pokok BBKBN

  1. Menjalankan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi terhadap usaha-usaha pelaksanaan program keluarga berencana nasional yang dilakukan oleh unit-unit pelaksana.
  2. Mengajukan saran-saran kepada pemerintah mengenai pokok kebijaksanaan dan masalah-masalah penyelenggaraan program Keluarga Berencana Nasional.
  3. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Keluarga Berencana atas dasar pokok-pokok kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
  4. Mengadakan kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara asing maupun badan-badan internasional dalam bidang keluarga berencana selaras dengan kepentingan Indonesia dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
  5. Mengatur penampungan dan mengawasi penggunaan segala jenis bantuan yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pelita I yaitu tahun 1969-1974 daerah program Keluarga Berencana meliputi 6 propinsi yaitu Jawa Bali (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali). Merupakan daerah perintis dari BKKBN.
Tahun 1974 muncul program-program integral (Beyond Family Planning) dan gagasan tentang fase program pencapaian akseptor aktif.
Berdasar Keppres 38 tahun 1978 BKKBN bertambah besar jangkauan programnya tidak terbatas hanya KB tetapi juga program Kependudukan.

Perkembangan BBKBN dimasa sekarang

VISI
Keluarga berkualitas 2015.
MISI
Membangun setiap keluarga Indonesia untuk memiliki anak ideal, sehat, berpendidikan, sejahtera, berketahanan dan terpenuhi hak-hak reproduksinya melalui pengembangan kebijakan, penyediaan layanan promosi, fasilitasi, perlindungan, informasi kependudukan dan keluarga, serta penguatan kelembagaan dan jejaring KB.
Tugas pokok
Melaksanakan tugas pemerintahan dibidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Landasan hukum
TAP MPR No. IV/1999 ttg GBHN; UU No. 22/1999 ttg OTODA; UU No. 10/1992 ttg PKPKS; UU No. 25/2000 ttg PROPENAS; UU No. 32/2004 ttg PEMERINTAHAN DAERAH; PP No. 21/1994 ttg PEMBANGUNAN KS; PP No. 27/1994 ttg PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN; KEPPRES No. 103/2001; KEPPRES No. 110/2001; KEPPRES No. 9/2004; KEPMEN/Ka.BKKBN No. 10/2001; KEPMEN/Ka.BKKBN No. 70/2001
Filosofi BBKBN
Menggerakkan peran serta masyarakat dalam keluarga berencana.
Grand Strategi:
  1. Menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam program KB.
  2. Menata kembali pengelolaan program KB.
  3. Memperkuat SDM operasional program KB.
  4. Meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui pelayanan KB.
  5. Meningkatkan pembiayaan program KB.
Nilai-nilai yang terkandung dalam grand strategi adalah integritas, energik, profesional kompeten, partisipatif, konsisten, organisasi pembelajaran, kreatif/ inovatif.
Kebijakan dari adanya grand strategi adalah pndekatan pemberdayaan, pendekatan desentralisasi, pendekatan kemitraan, pendekatan kemandirian, pendekatan segmentasi sasaran, pendekatan pemenuhan hak (rightbased), pendekatan lintas sektor.
Strategi
  1. Re-Establishment adalah mmbangun kembali sendi-sendi pogram KB nasional sampai ke tingkat lini lapanngan pasca penyerahan kewenangan.
  2. Sustainability adalah memantapkan komitmen program dan kesinambungan dukungan oleh segenap stakeholders dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah.
Tujuan
Tujuannya adalah:
  1. Keluarga dengan anak ideal.
  2. Keluarga sehat.
  3. Keluarga berpendidikan.
  4. Keluarga sejahtera.
  5. Keluarga berketahanan.
  6. Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya.
  7. Penduduk tumbuh seimbang (PTS )

Program KB

  1. Keluarga berencana
  2. Kesehatan reproduksi remaja
  3. Ketahanan dan pemberdayaan keluarga
  4. Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas
  5. Keserasian kebijakan kependudukan
  6. Pengelolaan SDM aparatur
  7. Penyelenggaran pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan
  8. Peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara

Referensi

Arjoso, S. Rencana Strategis BKKBN. Maret, 2005.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan BKKBN. Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana dan Program Kependudukan. Jakarta, 1981.
Makalah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.
bkkbn.go.id

Kata Kunci

sejarah KB di indonesia, perkembangan kb di indonesia, sejarah KB, latar belakang KB, sejarah BKKBN, teori malthus, sejarah perkembangan KB di indonesia, latar belakang keluarga berencana, sejarah keluarga berencana, masalah kb di indonesia, pelaksanaan program KB di indonesia, teori kependudukan malthus, sejarah kb indonesia, pelaksanaan kb di indonesia, masalah keluarga berencana di indonesia, kb menurut who, Sejarah perkembangan KB, sejarah program kb, bbkbn, sejarah keluarga berencana di indonesia, perkembangan kb di indonesia saat ini, Latar belakang program KB, Sejarah pelayanan kb, Pengikut program KB, makalah sejarah perkembangan kb di indonesia.